Dalam kehidupan di zaman modern penuh fitnah dewasa ini,
kita jumpai banyak sekali manusia yang hidup dipenuhi kegelisahan
berkepanjangan. Dan salah satu kegelisahan tersebut bersumber dari
kekhawatirannya akan jatuh miskin. Inilah fenomena nyata yang membuktikan
betapa faham materialisme telah mendominasi mayoritas penduduk planet bumi. Kebanyakan
orang saat ini jauh lebih takut akan kehilangan harta daripada kehilangan iman
dan keyakinannya akan Allah Sang Pencipta jagat raya.
Banyak orang telah menjadikan kesuksesan dalam kehidupan dunia
sebagai tujuan utamanya. Padahal Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam
memperingatkan kita bahwa jika dunia telah menjadi fokus perhatian utama, maka
hidup seseorang bakal berantakan dan kemiskinan bakal menghantui dirinya
terus-menerus.
“Barangsiapa yang menjadikan dunia ambisinya, niscaya Allah cerai-beraikan
urusannya dan dijadikan kefakiran (kemiskinan) menghantui kedua matanya dan
Allah tidak memberinya harta dunia kecuali apa yang telah ditetapkan untuknya.”
(HR Ibnu Majah 4095)
Dan sebaliknya, Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam menegaskan bahwa
hanya orang yang niat utamanya ialah kehidupan akhirat, maka hidupnya bakal
berada dalam penataan yang rapih dan hidupnya akan dihiasi dengan kekayaan
hakiki, yakni kekayaan hati. Bahkan Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam
menjamin orang tersebut bakal memperoleh dunia dengan jalan dunia yang datang
kepada dirnya secara tunduk bahkan hina, bukan sebaliknya, ia yang harus
mengejar dunia dengan hina sehingga merendahkan martabat diri.
“Dan barangsiapa menjadikan akhirat keinginan (utamanya), niscaya Allah
kumpulkan baginya urusan hidupnya dan dijadikan kekayaan di dalam hatinya dan
didatangkan kepadanya dunia bagaimanapun keadaannya (dengan tunduk).” (HR Ibnu
Majah 4095)
Apa yang dapat kita simpulkan dari hadits Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa
sallam di atas? Kesimpulannya ialah jika seorang hamba hidup dengan senantiasa
sadar dan yakin bahwa Allah adalah Pemberi Rezeki sesungguhnya dan bahwa
tugasnya sebagai orang beriman ialah terus-menerus mengokohkan keyakinan akan
hidup yang sesungguhnya ialah di kampung akhirat nan kekal, bukan di negeri
dunia nan fana ini, maka dengan sendirinya Allah-pun akan membalas keyakinannya
yang mulia dan benar itu dengan balasan yang selayaknya sebagaimana Allah
sendiri janjikan di dalam KitabNya:
”Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan
dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan
yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala
yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS An-Nahl ayat 97)
Barangsiapa ber’amal sholeh, maka Allah jamin kehidupannya bakal baik di dunia
dan Allah bakal balas dengan yang jauh lebih baik dari ’amal sholehnya di
akhirat kelak. Namun, saudaraku, itu semua dengan syarat yang sangat
fundamental, yaitu ”dalam keadaan beriman.” Dan iman yang paling pokok ialah
ber-tauhid. Termasuk di dalamnya ialah hanya bergantung kepada Allah Yang Maha
Ahad (Esa), tidak bergantung kepada apapun atau siapapun selain Allah.
Oleh karenanya, Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam memberikan kabar
gembira kepada setiap muwahhid (ahli tauhid). Bahwa hidup mereka bakal
dijauhkan dari kemiskinan. Dan untuk memperoleh jaminan tersebut ternyata cukup
dengan setiap kali pulang ke rumah membaca ayat pertama surah Al-Ikhlas sebelum
masuk ke dalam rumah. Tentunya itu semua dilakukan bukan sekedar sebagai
mantera berupa komat-kamit di bibir belaka. Namun ia mestilah diiringi dengan
keyakinan penuh akan makna dari ucapan kalimat tersebut: “Qul huw-Allahu Ahad”
(Katakanlah: Allah itu Maha Esa). Artinya, ucapkanlah sambil meyakini sedalam
mungkin di dalam hati bahwa tidak ada tempat selain Allah untuk memohon dan
mengharapkan datangnya rezeki berkah yang bakal mencukupi hidup kita plus hidup
anak-istri plus biaya kita untuk beribadah, ber’amal, berda’wah dan berjihad di
jalan Allah Ta’aala.
Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam bersabda: “Barangsiapa membaca “Qul
huw-Allahu Ahad” (surah Al-Iklash ayat pertama) ketika masuk ke dalam rumahnya,
maka kefakiran (kemiskinan) bakal tertolak dari penghuni rumah tersebut dan
kedua tetangganya.” (HR Thabrani)
”Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari bingung dan sedih. Aku
berlindung kepada Engkau dari lemah dan malas. Aku berlindung kepada Engkau
dari sifat pengecut dan kikir. Dan aku berlindung kepada Engkau dari tekanan
hutang dan kesewenang-wenangan manusia (penagih hutang/debt collector).”
Banyak orang telah menjadikan kesuksesan dalam kehidupan dunia sebagai tujuan utamanya. Padahal Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam memperingatkan kita bahwa jika dunia telah menjadi fokus perhatian utama, maka hidup seseorang bakal berantakan dan kemiskinan bakal menghantui dirinya terus-menerus.
“Barangsiapa yang menjadikan dunia ambisinya, niscaya Allah cerai-beraikan urusannya dan dijadikan kefakiran (kemiskinan) menghantui kedua matanya dan Allah tidak memberinya harta dunia kecuali apa yang telah ditetapkan untuknya.” (HR Ibnu Majah 4095)
Dan sebaliknya, Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam menegaskan bahwa hanya orang yang niat utamanya ialah kehidupan akhirat, maka hidupnya bakal berada dalam penataan yang rapih dan hidupnya akan dihiasi dengan kekayaan hakiki, yakni kekayaan hati. Bahkan Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam menjamin orang tersebut bakal memperoleh dunia dengan jalan dunia yang datang kepada dirnya secara tunduk bahkan hina, bukan sebaliknya, ia yang harus mengejar dunia dengan hina sehingga merendahkan martabat diri.
“Dan barangsiapa menjadikan akhirat keinginan (utamanya), niscaya Allah kumpulkan baginya urusan hidupnya dan dijadikan kekayaan di dalam hatinya dan didatangkan kepadanya dunia bagaimanapun keadaannya (dengan tunduk).” (HR Ibnu Majah 4095)
Apa yang dapat kita simpulkan dari hadits Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam di atas? Kesimpulannya ialah jika seorang hamba hidup dengan senantiasa sadar dan yakin bahwa Allah adalah Pemberi Rezeki sesungguhnya dan bahwa tugasnya sebagai orang beriman ialah terus-menerus mengokohkan keyakinan akan hidup yang sesungguhnya ialah di kampung akhirat nan kekal, bukan di negeri dunia nan fana ini, maka dengan sendirinya Allah-pun akan membalas keyakinannya yang mulia dan benar itu dengan balasan yang selayaknya sebagaimana Allah sendiri janjikan di dalam KitabNya:
”Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS An-Nahl ayat 97)
Barangsiapa ber’amal sholeh, maka Allah jamin kehidupannya bakal baik di dunia dan Allah bakal balas dengan yang jauh lebih baik dari ’amal sholehnya di akhirat kelak. Namun, saudaraku, itu semua dengan syarat yang sangat fundamental, yaitu ”dalam keadaan beriman.” Dan iman yang paling pokok ialah ber-tauhid. Termasuk di dalamnya ialah hanya bergantung kepada Allah Yang Maha Ahad (Esa), tidak bergantung kepada apapun atau siapapun selain Allah.
Oleh karenanya, Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam memberikan kabar gembira kepada setiap muwahhid (ahli tauhid). Bahwa hidup mereka bakal dijauhkan dari kemiskinan. Dan untuk memperoleh jaminan tersebut ternyata cukup dengan setiap kali pulang ke rumah membaca ayat pertama surah Al-Ikhlas sebelum masuk ke dalam rumah. Tentunya itu semua dilakukan bukan sekedar sebagai mantera berupa komat-kamit di bibir belaka. Namun ia mestilah diiringi dengan keyakinan penuh akan makna dari ucapan kalimat tersebut: “Qul huw-Allahu Ahad” (Katakanlah: Allah itu Maha Esa). Artinya, ucapkanlah sambil meyakini sedalam mungkin di dalam hati bahwa tidak ada tempat selain Allah untuk memohon dan mengharapkan datangnya rezeki berkah yang bakal mencukupi hidup kita plus hidup anak-istri plus biaya kita untuk beribadah, ber’amal, berda’wah dan berjihad di jalan Allah Ta’aala.
Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam bersabda: “Barangsiapa membaca “Qul huw-Allahu Ahad” (surah Al-Iklash ayat pertama) ketika masuk ke dalam rumahnya, maka kefakiran (kemiskinan) bakal tertolak dari penghuni rumah tersebut dan kedua tetangganya.” (HR Thabrani)
”Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari bingung dan sedih. Aku berlindung kepada Engkau dari lemah dan malas. Aku berlindung kepada Engkau dari sifat pengecut dan kikir. Dan aku berlindung kepada Engkau dari tekanan hutang dan kesewenang-wenangan manusia (penagih hutang/debt collector).”